Berita Jurnalkitaplus — Pemerintah menegaskan bahwa program gratis ongkos kirim (ongkir) yang kerap ditawarkan oleh platform e-dagang tidak diatur atau dibatasi oleh negara. Program tersebut sepenuhnya menjadi strategi promosi dari masing-masing platform e-commerce.
Hal itu ditegaskan oleh Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Edwin Hidayat Abdullah, dalam keterangan pers pada Sabtu (17/5/2025) malam di Jakarta.
“Kalau platform e-dagang memberikan subsidi ongkos kirim sebagai bagian dari promosi, itu hak mereka sepenuhnya. Kami tidak mengatur hal itu,” ujar Edwin.
Namun, pemerintah melalui Peraturan Menteri Komdigi Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial menetapkan aturan khusus mengenai diskon tarif pengiriman yang diberikan oleh perusahaan kurir. Diskon yang ditawarkan tidak boleh berada di bawah biaya riil pengiriman, seperti ongkos kurir, angkutan antarkota, penyortiran, dan biaya layanan lainnya.
Jika diskon tersebut tetap diberikan, pemerintah membatasi masa pemberlakuan maksimal hanya tiga hari dalam sebulan. Kebijakan ini diberlakukan untuk mencegah praktik predatory pricing, yakni strategi menjatuhkan harga di bawah biaya pokok guna menyingkirkan pesaing dari pasar.
Kurir Terdampak, PHK Meningkat
Menurut Sekjen Asosiasi Logistik Digital Ekonomi, Dhani Zaelani, selama ini terjadi praktik diskon ekstrem dari sejumlah perusahaan kurir yang bekerja sama dengan platform e-dagang besar. Hal inilah yang dianggap sebagai biang kerok rusaknya tarif pengiriman dan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di kalangan kurir.
“Padahal bisnis e-dagang sedang bertumbuh pesat, tetapi banyak kurir justru kehilangan pekerjaan karena tarif jasa mereka terlalu ditekan,” jelas Dhani.
Regulasi Masih Longgar?
Kritik juga datang dari Serikat Pekerja Angkutan Indonesia. Ketua umum mereka, Lily Pujiati, menilai regulasi baru ini menyerahkan tarif sepenuhnya kepada mekanisme industri tanpa menetapkan batas bawah atau atas secara eksplisit.
Sementara itu, Izzudin Al Farras Adha dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai kebijakan ini bisa menimbulkan distorsi pasar dan beban tambahan bagi konsumen, karena tidak ada standar biaya pokok yang bisa diterapkan secara merata pada semua jasa kurir.
Dengan aturan baru ini, pemerintah mencoba menyeimbangkan antara kebebasan platform e-commerce dalam berinovasi dengan promosi dan perlindungan terhadap ekosistem logistik nasional, terutama nasib para kurir dan keberlangsungan bisnis jasa pengiriman. (FG12)