Berita JURNALKITAPLUS – Kali ini ada yang berbeda pada peringatan Hari Lahir Pancasila. Peringatan tersebut di Ma’had Al-Zaytun di lakukan dengan inisiatif revolusioner dalam dunia pendidikan nasional. Syaykh Al-Zaytun, Prof. Dr. Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, M.P., secara resmi membuka pelatihan pelaku didik yang berkelanjutan pada 1 Juni 2025. Acara ini menandai komitmen kuat Al-Zaytun sebagai pusat pendidikan dan pengembangan budaya toleransi serta perdamaian, dengan tujuan utama menyiapkan Generasi Indonesia Emas 2045.
Seperti diberitakan lognews.co.id, pelatihan yang diselenggarakan di Ma’had Al-Zaytun ini berfokus pada transformasi pendidikan berasrama, mengkaji model Al-Zaytun sebagai upaya revolusioner untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.
Melalui sambutannya, Syaykh Panji Gumilang menekankan pentingnya kerukunan dalam pendidikan, mengibaratkan seperti “Rukun Pendidikan” (RPN) yang krusial untuk kemajuan.
“Dengan kita awali membaca Fatihah maka pelatihan ini dinyatakan resmi dan kita melangkah dengan berbasmalah. Pelatihan ini sah adanya. Alhamdulillahi rabbil alamin. Merdeka,” tandas Syaykh.
Format Pelatihan Abad ke-21 dan Pentingnya Pencatatan
Uniknya, pelatihan ini dirancang tanpa batas waktu yang baku, diselenggarakan setiap pekan dengan narasumber internal dan minimal satu profesor sebagai narasumber tamu setiap bulan. Syaykh Panji Gumilang juga mengajak kepada seluruh peserta, dari beragam usia dan latar belakang—mulai dari pelajar, wali santri, guru, hingga tim keamanan—untuk mencatat setiap sesi pelatihan secara manual di atas kertas. Catatan pekanan ini nantinya akan dibukukan per semester, menegaskan kembali prinsip Qur’ani “Nun walqolami wama yasturun” (menulis di atas kertas dengan pulpen) sebagai bagian tak terpisahkan dari proses pembelajaran.
Masyarakat Pembelajar dan Visi Futuristik
Prof. Sutrisna Wibawa, Guru Besar Filsafat Jawa Universitas Negeri Yogyakarta, yang hadir sebagai narasumber utama, mengawali presentasinya dengan semangat kebangsaan. Ia memuji konsep “ekosistem pendidikan yang tidak terputus” atau masyarakat pembelajar (learning society) di Al-Zaytun.
Menurutnya, konsep ini melibatkan semua elemen masyarakat dalam proses belajar sepanjang hayat, yang menjadi fondasi penting untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Prof. Sutrisna juga mengaitkan konsep pondok asrama Al-Zaytun dengan tradisi paguron Ki Hajar Dewantara, yang mengintegrasikan ilmu dunia dan akhirat secara seimbang. Ini dinilai sangat relevan dan inovatif dalam konteks pendidikan modern. Lebih lanjut, ia mengapresiasi sistem pendidikan satu pipa (one pipe education system) ala Syaykh Panji Gumilang, yang mampu mencetak lulusan bergelar doktor di usia muda—bahkan di usia 28 tahun—tanpa perlu keluar kampus.
“Ini gagasan futuristik Syaykh Panji Gumilang tentang revolusi pendidikan abad ke-21,” ujarnya kagum.
Dorongan untuk Universitas Al-Zaytun
Melihat potensi besar dan inovasi pendidikan di Al-Zaytun, Prof. Sutrisna Wibawa berencana menyampaikan usulan kepada Menteri Pendidikan agar Ma’had Al-Zaytun segera memiliki Universitas Al-Zaytun. Ia yakin, dengan sistem pendidikan berasrama, Al-Zaytun sangat mungkin mewujudkan konsep “smart building, smart city, smart edukatif,” mencetak generasi yang unggul, inovatif, dan kreatif, berkat interaksi guru dan murid yang lebih luas dan tidak terbatas di kelas.
Pelatihan pelaku didik yang berkelanjutan ini diharapkan menjadi pemicu semangat untuk merombak pendidikan menuju Indonesia yang lebih kuat dan modern, dengan Al-Zaytun sebagai titik mulanya. (FG12)
sumber lognews.co.id