Berita Jurnalkitaplus — Rencana Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) membentuk batalyon teritorial dengan kompi pertanian, peternakan, medis, dan zeni terus menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Langkah ini dinilai berpotensi menyimpang dari tugas utama militer sebagai alat pertahanan negara.
Rencana ini terkait dengan perekrutan 24.000 prajurit tamtama pada 2025. Selain disebut sebagai bentuk respon atas tingginya animo masyarakat untuk menjadi prajurit, kebijakan ini juga diklaim sejalan dengan Doktrin Pertahanan Negara 2023 yang mendorong sistem pertahanan mandiri berbasis kewilayahan.
Namun, sejumlah pengamat menilai kebijakan ini membingungkan arah profesionalisme militer. Peneliti pertahanan dan keamanan dari BRIN, Diandra Mengko, menyebutkan bahwa keterlibatan prajurit dalam fungsi-fungsi sipil seperti pertanian dan peternakan menunjukkan pergeseran orientasi militer dari kekuatan tempur ke arah fungsi non-pertahanan. Hal ini, menurutnya, dapat berdampak jangka panjang terhadap ketajaman TNI dalam menjalankan fungsi utama menjaga kedaulatan negara.“UU Nomor 3 Tahun 2025 jelas menyatakan bahwa operasi militer untuk perang adalah tugas pokok TNI. Bila peran utama ini tergeser, maka kemampuan pertahanan negara ikut terancam,” ujarnya.
Analis pertahanan Fauzan Malufti juga mempertanyakan urgensi membentuk batalyon khusus untuk sektor non-pertahanan. Menurutnya, jika tujuannya untuk mendukung pembangunan, kenapa tidak merekrut petani atau peternak secara langsung tanpa embel-embel militer?Selain dari segi fungsi, aspek anggaran pun menjadi sorotan. Fauzan menilai pembentukan batalyon pembangunan akan menyedot anggaran besar, padahal dana pertahanan seharusnya difokuskan untuk peningkatan kesiapan tempur.
Belum terbitnya peraturan pemerintah atau peraturan presiden sebagai turunan Pasal 7 Ayat 4 UU TNI yang mengatur Operasi Militer Selain Perang (OMSP) juga menambah ketidakjelasan dasar hukum dari kebijakan ini.
Meski begitu, pengamat militer Khairul Fahmi menjelaskan bahwa pembentukan Batalyon Teritorial Pembangunan adalah pengembangan struktur internal TNI AD, bukan bagian dari pelaksanaan OMSP. Namun ia menegaskan pentingnya kerangka hukum dan operasional yang jelas agar tidak terjadi distorsi peran militer.
Desakan pun muncul agar Presiden dan DPR segera mengevaluasi rencana TNI AD ini demi menjaga marwah dan profesionalisme militer sebagai kekuatan pertahanan negara yang utama. (FG12)