Berita Jurnalkitaplus — Ketegangan geopolitik dunia kembali memuncak setelah Israel melancarkan serangan militer ke Iran pada Jumat (13/6/2025). Iran pun membalas serangan tersebut, memicu kekhawatiran global akan pecahnya perang baru yang berdampak luas pada perekonomian dunia.
Harga Minyak dan Emas Melonjak Tajam
Dampak langsung dari konflik ini terlihat jelas di pasar komoditas. Harga minyak dunia melonjak tajam, bahkan melesat lebih dari 10% pada Jumat pagi waktu Indonesia. Data Refinitiv mencatat harga minyak Brent kontrak Agustus 2025 naik 10,74% ke posisi US$76,81 per barel, sedangkan minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak Juli 2025 meroket 11,08% ke level US$75,58 per barel. Lonjakan ini menjadi yang tertinggi dalam lebih dari dua bulan terakhir, menandai kebangkitan tajam dari tren turun sebelumnya.
Kenaikan harga minyak ini dipicu kekhawatiran terganggunya pasokan dari kawasan Timur Tengah, yang merupakan jantung produksi minyak global. JP Morgan bahkan memperkirakan, jika eskalasi konflik terus berlanjut, harga minyak dunia bisa melonjak hingga US$120 per barel.
Tak hanya minyak, harga emas juga ikut meroket sebagai aset safe haven. Harga emas dunia sempat naik 1,1% ke level US$3.445 per ons sebelum stabil di kisaran US$3.425 per ons.
Bursa Asia dan IHSG Berguguran
Pasar saham Asia langsung merespons negatif. Bursa-bursa utama di Asia kompak melemah pada pembukaan perdagangan Jumat pagi. Indeks Nikkei 225 (Jepang) turun 438,4 poin ke level 37.736, indeks SSE (Shanghai) melemah 24,64 poin ke level 3.378, dan Hang Seng (Hong Kong) turun 168,52 poin ke level 23.866. Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga dibuka melemah di level 7.176, turun 28,19 poin atau 0,39% dari penutupan hari sebelumnya.
Saham-saham di sektor teknologi, transportasi, dan keuangan mencatat penurunan terdalam, masing-masing terkoreksi hingga lebih dari 1%.
Ancaman Gangguan Ekonomi Global
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W Kamdani, dikutip dari harian Kompas memperingatkan bahwa serangan Israel ke Iran berpotensi menimbulkan gangguan global lintas sektor. Dampak yang dikhawatirkan meliputi disrupsi rantai pasok, fluktuasi harga minyak, lonjakan inflasi impor, dan tekanan terhadap arus investasi asing. Kondisi ini dapat memperburuk situasi perusahaan-perusahaan di Indonesia yang sudah rapuh, terutama di sektor padat karya.
“Ketidakpastian global semakin meningkat akibat eskalasi konflik antara Israel dan Iran,” ujar Shinta.
Imbas ke Kebijakan The Fed dan Inflasi
Lonjakan harga minyak diperkirakan akan mendorong inflasi konsumen (CPI) di Amerika Serikat. Jika harga minyak terus naik, Bank Sentral AS (The Federal Reserve) kemungkinan akan menahan suku bunga acuan lebih lama, bahkan membuka peluang kenaikan suku bunga untuk meredam inflasi. Hal ini berpotensi memperlambat pemulihan ekonomi global.
Serangan Israel ke Iran telah mengguncang pasar global, memicu lonjakan harga minyak dan emas, serta menekan bursa saham Asia. Ketidakpastian ekonomi diperkirakan akan terus membayangi, seiring risiko eskalasi konflik yang masih tinggi dan potensi gangguan pasokan energi dunia. (FG12)