Berita Jurnalkitaplus – Tokoh ekonomi asal Amerika Serikat, Arthur B. Laffer, mengusulkan agar Indonesia menerapkan sistem pajak flat tax, yaitu tarif pajak yang sama bagi semua lapisan masyarakat, baik kaya maupun miskin. Laffer berargumen bahwa tarif pajak rendah dan seragam dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, memperluas basis pajak, serta meningkatkan penerimaan negara secara keseluruhan. Menurutnya, tarif pajak yang tinggi justru bisa menekan aktivitas ekonomi dan mengurangi penerimaan negara karena penghindaran pajak dan berkurangnya investasi.
Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menolak usulan tersebut. Ia menjelaskan bahwa Indonesia saat ini menggunakan sistem pajak progresif dengan lima lapisan tarif, mulai dari 5% untuk penghasilan rendah hingga 35% untuk penghasilan sangat tinggi. Sri Mulyani menegaskan bahwa perbedaan tarif ini didasarkan pada prinsip keadilan dan distribusi pendapatan, sehingga orang kaya dikenakan pajak lebih tinggi dibanding orang miskin. Ia juga menambahkan bahwa fungsi APBN tidak hanya untuk pendapatan, tetapi juga untuk stabilisasi dan distribusi kesejahteraan masyarakat.
Perbedaan pendapat ini setidaknya memberikan gambaran mengenai tantangan dalam merancang kebijakan pajak yang efektif dan adil bagi negeri ini, di tengah dinamika ekonomi Indonesia. Sementara Laffer menekankan efisiensi dan pertumbuhan ekonomi melalui tarif pajak yang sederhana dan rendah, Sri Mulyani menekankan keadilan sosial dan perlunya tarif progresif untuk mengurangi kesenjangan ekonomi.
Dari pendekatan yang berbeda ini, diskusi mengenai sistem perpajakan di Indonesia tetap menjadi topik penting yang memerlukan kajian mendalam dan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial. (FG12)