Ancaman Tuduhan Transshipment Hambat Negosiasi Tarif Indonesia-AS

Berita Jurnalkitaplus Dugaan praktik pengalihan barang asal China melalui Indonesia atau transshipment dinilai berpotensi mengganggu jalannya negosiasi tarif antara Indonesia dan Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia diminta waspada terhadap isu ini, terutama di tengah ketatnya pengawasan Presiden AS Donald Trump terhadap jalur perdagangan global.

Peneliti CSIS, Riandy Laksono, mengungkapkan bahwa AS dapat mencurigai relokasi pabrik dari China yang membawa bahan baku kemudian mengekspor produknya lewat negara ketiga seperti Indonesia. Praktik tersebut kerap dicap sebagai transshipment, meskipun sebenarnya muncul akibat perbedaan insentif tarif yang diciptakan sendiri oleh AS.

“Aturan asal barang (rules of origin) dalam perjanjian dagang seringkali menjadi celah tuduhan, apalagi jika tidak terjadi proses manufaktur signifikan atau perubahan kode HS,” kata Riandy, Minggu (13/7/2025).

Lebih lanjut, ia memperingatkan bahwa Indonesia bisa mengalami nasib serupa dengan Vietnam, yang hanya mendapat pemotongan tarif jika mampu membuktikan rantai pasoknya bebas dari transshipment. Jika tidak, AS berhak mengenakan tarif tinggi hingga 40 persen.

Dalam pertemuan dengan pejabat perdagangan AS, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto telah membahas kebijakan tarif resiprokal 32 persen yang akan diterapkan AS mulai 1 Agustus 2025. Meskipun isu transshipment telah masuk dalam pembahasan, pemerintah belum merinci langkah antisipasi yang akan diambil.

Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia, Yukki Nugrahawan, menilai kebijakan ketat AS bisa membatasi pertumbuhan logistik nasional. Ia mendorong pemerintah mempercepat diplomasi dan memperkuat kerja sama kawasan agar Indonesia bisa menjadi hub ekspor utama Asia Tenggara.

“Transformasi logistik nasional lewat digitalisasi dan pembangunan infrastruktur sangat krusial,” ujarnya. Ia juga mengingatkan pentingnya konsolidasi kebijakan di dalam negeri, termasuk penyederhanaan regulasi dan reformasi birokrasi untuk menjaga iklim investasi dan kelancaran rantai pasok.

Dengan naiknya ketidakpastian pasar, terutama dengan AS, sektor ekspor Indonesia seperti tekstil, furnitur, dan pertanian harus mulai menyesuaikan skema bisnis mereka agar tetap kompetitif di pasar global. (FG12)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *