MK Diminta Beri Rambu-rambu Tegas untuk Partisipasi Bermakna dalam Proses Legislasi

Berita Jurnalkitaplus – Wakil Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Fajri Nursyamsi, menyerukan agar Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan rambu-rambu yang jelas terkait penerapan prinsip partisipasi bermakna dalam pembentukan undang-undang. Hal ini disampaikan dalam sidang uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo pada Senin (14/7/2025).

Fajri mengungkapkan bahwa tanpa pedoman dari MK, proses legislasi kerap berjalan ugal-ugalan dan mengabaikan partisipasi publik. Akibatnya, permohonan uji formil terhadap undang-undang yang dibuat oleh DPR dan pemerintah akan terus meningkat, seperti yang terlihat dalam proses penyusunan RUU KUHAP yang tengah berlangsung.

Menurut Fajri, putusan MK nomor 91/PUU-XVIII/2020 telah mengamanatkan adanya partisipasi bermakna dengan tiga hak utama publik, yaitu hak untuk didengar, diperhatikan, dan mendapat penjelasan atas pendapat mereka. Namun, UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3) yang direvisi pascaputusan tersebut belum secara tegas mengatur siapa yang bertanggung jawab menjamin terpenuhinya hak-hak tersebut.

“Tanpa adanya konsekuensi jika hak partisipasi ini tidak dipenuhi, maka perdebatan soal mekanisme pelaksanaan akan terus berlanjut. Pembentuk undang-undang sulit diharapkan menulis aturan yang membebani diri sendiri,” ujarnya. Oleh sebab itu, menurut Fajri, perlu ada mekanisme checks and balances dari lembaga lain untuk memastikan kewajiban tersebut dilaksanakan.

Fajri juga mengkritisi DPR yang dianggap belum memenuhi asas keterbukaan dalam legislasi. Meskipun DPR memiliki situs resmi yang dianggap canggih, banyak dokumen legislasi yang tidak dipublikasikan secara lengkap dan transparan. Selain itu, dinilai ada inkonsistensi dalam proses legislasi, seperti munculnya RUU TNI yang tidak tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) namun dapat diselesaikan dengan cepat.

Dalam sidang, Wakil Ketua MK Saldi Isra menanyakan rambu-rambu seperti apa yang harus ditambahkan untuk memenuhi prinsip demokrasi, negara hukum, dan hak asasi manusia dalam proses pembentukan undang-undang. Fajri menilai saat ini rambu-rambu itu masih belum ada secara jelas dan meminta MK untuk mengisi kekosongan tersebut agar proses legislasi ke depan lebih berkualitas dan demokratis. (FG12)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *