Berita Jurnalkitaplus – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah merampungkan regulasi pajak terbaru terkait aset kripto di Indonesia. Langkah ini menyusul perubahan status aset kripto dari komoditas menjadi instrumen keuangan yang memerlukan penyesuaian dalam pengenaan pajak.
Saat ini, pajak atas transaksi kripto diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68 Tahun 2022. Dalam aturan ini, penyerahan aset kripto dikenai PPN dengan tarif efektif 0,11% apabila transaksi dilakukan melalui pedagang fisik aset kripto yang terdaftar di Bappebti, dan 0,22% jika tidak terdaftar. Selain itu, terdapat pula Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 final sebesar 0,1% untuk exchanger terdaftar dan 0,2% untuk yang tidak terdaftar.
Namun, perubahan status aset kripto dari komoditas menjadi instrumen keuangan mengharuskan adanya penyusunan kembali skema pajak agar sesuai dengan ketentuan baru. Aturan pajak yang sedang difinalisasi ini diharapkan dapat mulai berlaku pada tahun depan, seiring dengan penerapan kebijakan PPN terbaru berdasarkan PMK Nomor 131 Tahun 2024 dan PMK Nomor 81 Tahun 2024.
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan pentingnya penyelarasan ini agar pengenaan pajak atas aset digital dapat berjalan efektif dan memberikan kontribusi optimal pada penerimaan negara. Terbukti, selama kuartal pertama 2025, setoran pajak dari transaksi kripto telah mencapai Rp115,1 miliar, dengan potensi penerimaan tahunan diperkirakan mencapai Rp1,2 triliun.
Dengan pembaruan regulasi ini, pemerintah menegaskan komitmennya dalam mengawasi dan mengatur aset kripto secara lebih ketat, sehingga memberikan kepastian hukum sekaligus mengoptimalkan potensi perpajakan di sektor aset digital yang terus berkembang pesat. Masyarakat dan pelaku pasar kripto diharapkan dapat mengikuti perkembangan aturan ini agar tidak terkendala dalam kewajiban perpajakan mendatang. (FG12)
Sumber : Kontan