Kongres Senyap PDI-P di Bali : Strategi Mengejutkan untuk Kukuhkan Kembali Megawati

Berita Jurnalkitaplus – Suasana tak biasa menyelimuti Kongres VI Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang digelar di Bali Nusa Dua Convention Center. Tak ada keramaian, baliho raksasa, atau bendera partai yang biasanya mendominasi hajatan politik lima tahunan ini. Semuanya senyap, steril, dan terkesan rahasia. Bahkan, sebagian peserta baru mengetahui bahwa acara yang mereka hadiri adalah kongres hanya beberapa jam sebelumnya.

Ketua DPC PDI-P Kota Singkawang, Sujianto, mengaku baru tahu ada kongres malam sebelum acara. Undangan yang diterimanya mencantumkan agenda “bimbingan teknis dan konsolidasi nasional” — tidak menyebut sama sekali bahwa ini adalah forum tertinggi partai.

Ketika tiba di lokasi, peserta kongres dibuat takjub. Tidak ada kerumunan atau atribut partai. Hanya ada pecalang, satgas partai, dan penjagaan ketat di setiap pintu masuk. Semua peserta wajib menunjukkan kartu anggota dan identitas kongres. Bahkan ponsel dilarang dibawa masuk.

Ketua DPP PDI-P Komarudin Watubun menyebut kongres ini memang dirancang berbeda. Ide datang dari Prananda Prabowo, putra Megawati Soekarnoputri, yang ingin mengangkat pendekatan budaya Bali sekaligus meredam potensi gangguan eksternal. Ia menyebut lokasi Nusa Dua dipilih karena faktor keamanan dan dinamika politik nasional saat ini.

Kongres VI ini sebenarnya telah beberapa kali tertunda. Seharusnya digelar 2024, tapi mundur karena bentrok dengan agenda Pemilu dan Pilkada. Bahkan jadwal ulang pada April 2025 pun tidak terlaksana. Ketegangan internal dan isu eksternal turut memperkeruh suasana. Komarudin mengakui adanya indikasi pihak-pihak yang ingin menjegal Megawati agar tidak kembali menjadi ketua umum.

Namun, semua keraguan itu sirna saat kongres dimulai. Dengan suara bulat, seluruh peserta langsung meneriakkan nama Megawati dan meminta agar beliau kembali memimpin. Bahkan, sebelum acara resmi dibuka, para kader sudah meneriakkan, “Mega! Mega! Lantik! Lantik!” Menurut Komarudin, suasana ini mirip dengan euforia rakyat pada 1989 saat Megawati berpidato di Bali.

Megawati sendiri disebut sempat menangis terharu saat kongres dan bimtek, setelah mendengar peserta kongres dengan lantang meminta dirinya kembali memimpin partai. Sikap emosional itu menunjukkan betapa serius dan berat keputusan tersebut bagi Megawati di tengah usia dan tekanan politik.

Peneliti senior BRIN, Lili Romli, menilai strategi senyap ini merupakan bentuk konsolidasi internal untuk menangkal kemungkinan gangguan eksternal, termasuk isu upaya mendongkel Megawati dari tampuk pimpinan. Lili juga menilai bahwa Megawati tetap menjadi figur kuat PDI-P karena mampu menjaga soliditas internal dan komitmen pada demokrasi dan konstitusi.

Kehadiran simbolik keluarga Megawati — Puan Maharani dan Prananda Prabowo — yang tampil harmonis selama kongres juga menjadi penegas kuatnya kepemimpinan dan regenerasi internal partai.

Dengan suasana kongres yang penuh kejutan dan kehati-hatian, PDI-P berhasil mengukuhkan kembali Megawati sebagai ketua umum. Strategi ini menunjukkan bahwa di balik kesenyapan, partai berlambang banteng ini tetap solid, terorganisasi, dan siap menyongsong agenda politik ke depan. (FG12)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *