Berita Jurnalkitaplus – Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan penting yang mengubah syarat bagi eks narapidana untuk mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Dalam putusan perkara Nomor 32/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh mantan calon Bupati Boven Digoel, Petrus Ricolombus Omba, MK memutuskan bahwa eks narapidana dengan ancaman hukuman kurang dari 5 tahun tidak perlu menunggu jeda waktu 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman untuk maju sebagai kontestan pilkada. Namun, mereka tetap wajib mengumumkan status sebagai eks narapidana kepada masyarakat dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Putusan ini dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo pada sidang di gedung MK, Jakarta, Kamis (28/8/2025). MK mengabulkan sebagian permohonan Petrus yang meminta perubahan Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Petrus, yang sebelumnya didiskualifikasi dari Pilkada 2024 karena menyembunyikan statusnya sebagai eks narapidana, meminta agar eks narapidana dengan hukuman di bawah 5 tahun tidak wajib mengumumkan statusnya kepada publik setelah melewati jeda 5 tahun. Namun, MK menolak permintaan tersebut dan justru memperkuat kewajiban pengumuman status eks narapidana.
Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menjelaskan bahwa semua eks narapidana, baik dengan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih maupun kurang dari 5 tahun, berhak mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama memenuhi syarat yang ditetapkan. Namun, MK membedakan masa tunggu berdasarkan beratnya ancaman hukuman. Eks narapidana dengan hukuman 5 tahun atau lebih wajib menunggu 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman, sedangkan mereka yang dihukum kurang dari 5 tahun dapat langsung mencalonkan diri tanpa masa tunggu.
Kewajiban Pengumuman Status Eks Narapidana
MK juga mempertegas putusan sebelumnya (Nomor 56/PUU-XVII-2019) dengan mengatur secara lebih rinci kewajiban eks narapidana untuk mengumumkan statusnya. Pengumuman harus dilakukan secara jujur dan terbuka melalui media massa. Jika eks narapidana pindah daerah pemilihan atau naik jenjang pencalonan (misalnya, dari bupati ke gubernur), pengumuman tersebut harus diulang. Selain itu, status eks narapidana wajib dilaporkan melalui aplikasi pencalonan atau Sistem Informasi Calon (Silon) di KPU atau Komisi Independen Pemilihan (KIP) setiap kali mengikuti pilkada.Berikut ketentuan utama yang ditetapkan MK:
- Eks narapidana dengan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih harus selesai menjalani hukuman dan melewati jeda 5 tahun sebelum mencalonkan diri.
- Eks narapidana dengan hukuman kurang dari 5 tahun dapat langsung mencalonkan diri setelah selesai menjalani hukuman tanpa jeda waktu.
- Pengumuman status eks narapidana wajib dilakukan melalui media massa dan diulang jika daerah atau jenjang pencalonan berbeda.
- Status eks narapidana harus dilaporkan ke KPU/KIP melalui aplikasi pencalonan.
- Ketentuan ini tidak berlaku untuk pelaku kejahatan berulang, kecuali tindak pidana kealpaan atau tindak pidana politik yang terkait perbedaan pandangan politik dengan rezim.
Latar Belakang Kasus Petrus
Petrus Ricolombus Omba mengajukan permohonan ini setelah didiskualifikasi dari Pilkada 2024 karena tidak mengungkapkan statusnya sebagai eks narapidana. MK mengungkap bahwa Petrus pernah dihukum oleh Pengadilan Militer, namun ia tidak menyampaikan informasi tersebut saat mendaftar sebagai calon kepala daerah. Putusan ini diharapkan memberikan kejelasan hukum bagi eks narapidana yang ingin berkontribasi dalam pilkada, sekaligus menegaskan pentingnya transparansi kepada publik.
Putusan MK ini dinilai sebagai langkah untuk menyeimbangkan hak politik eks narapidana dengan kepentingan publik akan transparansi. Dengan aturan baru ini, diharapkan proses pilkada berjalan lebih terbuka dan adil, memberikan kesempatan yang sama bagi semua calon yang memenuhi syarat.(FG12)