Berita Jurnalkitaplus – Kota Prabumulih digemparkan oleh kabar pencopotan Kepala Sekolah SMPN 1, Roni Ardiansyah, yang viral di kalangan netizen akhir-akhir ini. Isu mencuat karena Roni diduga diberhentikan setelah menegur anak Wali Kota Prabumulih, Arlan, yang membawa mobil ke area sekolah. Video dan berbagai komentar di media sosial membanjiri, memicu reaksi keras masyarakat yang menyayangkan keputusan tersebut. Netizen menilai tindakan Roni sebagai kewenangan normal seorang kepala sekolah dan menilai pencopotan tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang.
Namun, klarifikasi resmi dari Wali Kota Arlan membantah keras tuduhan tersebut. Arlan mengatakan dia tidak mencopot Roni dari jabatannya, hanya memberi teguran terkait pengelolaan masalah di sekolah yang dirasa kurang nyaman bagi siswa. Ia juga membantah bahwa anaknya pernah membawa mobil ke sekolah. Tenggat waktu tegang ini diwarnai berbagai pendapat dari pejabat pemerintah, termasuk Kementerian Dalam Negeri yang menilai pencopotan itu tidak sesuai prosedur, sehingga menyarankan agar Roni kembali menjabat. Akhirnya, keputusan pencopotan dibatalkan dan Roni kembali memimpin SMPN 1 Prabumulih.
Fenomena gerakan sosial di media sosial dewasa ini menjadi kekuatan penyeimbang penting ketika ketidakadilan terjadi. Dengan jangkauan luas dan kecepatan penyebaran informasi, masyarakat dapat secara cepat mengangkat isu-isu ketidakadilan yang sebelumnya sulit diakses melalui jalur formal. Media sosial bertransformasi menjadi ruang publik di mana netizen bertindak sebagai pengawas sosial dan penjaga keadilan, menyuarakan aspirasi, menuntut transparansi, dan mengawal proses hukum agar berjalan adil. Peran aktif ini memperkuat akuntabilitas pejabat dan institusi, sekaligus memberikan harapan baru bagi masyarakat agar suara mereka tidak terabaikan. Gerakan sosial digital kini bukan hanya media kontrol sosial, tetapi bagian dari sistem demokrasi modern yang mendukung penegakan hak dan keadilan.
Istilah “kontrol sosial digital” dan “gerakan sosial digital” banyak dikembangkan oleh para ahli komunikasi dan sosiologi modern yang mengkaji pengaruh teknologi digital dan media sosial terhadap masyarakat. Beberapa akademisi menyebutkan bahwa fenomena ini merupakan evolusi dari konsep kontrol sosial tradisional yang kini bertransformasi ke ranah digital, di mana masyarakat secara kolektif memantau dan mengawasi perilaku publik melalui platform digital. Tokoh seperti Manuel Castells dengan konsep “masyarakat jaringan” (network society) juga menyoroti peran krusial teknologi jaringan dalam membentuk gerakan sosial baru di era digital. Selain itu, penulis seperti Clay Shirky mengemukakan bahwa media sosial memungkinkan bentuk baru aktivisme dan gerakan sosial yang bersifat lebih fleksibel dan partisipatif, dikenal dengan sebutan “aktivisme digital” atau gerakan sosial digital. Jadi, meski tidak berasal dari satu individu tunggal, istilah-istilah ini berkembang melalui kajian bersama para pemikir teknologi, komunikasi, dan sosiologi kontemporer. (FG12)
Referensi :
SPI DAN KEHUMASAN PEMERINTAH KELOMPOK.pdf – “Informasionalisme, Network Society, dan Perkembangan Kapitalisme: Perspektif Manuel Castells”