Kepala BMKG Ingatkan Petani Antisipasi Bencana Iklim: Metode Tradisional Sudah Tak Relevan

Berita Jurnalkitaplus – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mendesak para petani di Indonesia untuk bersiap-siap menghadapi potensi bencana iklim yang semakin intensif akibat pemanasan global. Menurutnya, tahun 2024 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah, dengan suhu rata-rata global mencapai 1,55°C di atas level pra-industri (1850-1900), melebihi batas aman 1,5°C yang disepakati dalam Perjanjian Paris 2015.

Di Indonesia sendiri, 2024 menjadi tahun terpanas sejak 1981, dengan suhu rata-rata 27,5°C dan anomali 0,8°C dibandingkan periode normal 1991-2020. Dekade terakhir ini, lanjut Dwikorita, merupakan periode terpanas dalam catatan iklim, dipicu oleh emisi gas rumah kaca dan anomali iklim regional yang mengancam sektor pertanian secara serius.

Tantangan Iklim bagi Pertanian

Dwikorita menekankan bahwa perubahan iklim kini menyebabkan peningkatan frekuensi dan durasi bencana alam, krisis air yang melanda berbagai sektor, serta kerentanan pertanian terhadap pola cuaca yang tak terduga. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) bahkan memprediksi krisis pangan global pada 2050 jika perubahan iklim tidak segera diatasi.

Salah satu dampak paling nyata adalah ketidakrelevanan kalender pertanian tradisional, seperti “titi mongso” dalam budaya Jawa. “Cara lama tak laku lagi,” tegas Dwikorita, mengingatkan bahwa variabilitas iklim membuat jadwal tanam konvensional berisiko gagal panen, mengancam produksi pangan dan ketahanan pangan nasional.

Solusi: Sekolah Lapang Iklim (SLI) BMKG

Untuk mengatasi hal ini, BMKG mendorong adaptasi melalui program Sekolah Lapang Iklim (SLI). Program ini melatih petani membaca prakiraan iklim, menyesuaikan pola tanam, memilih varietas tanaman yang sesuai musim, serta mengoptimalkan pemanfaatan air hujan guna meminimalkan risiko kegagalan panen.

Baru-baru ini, pada 22 September 2025, BMKG menggelar SLI tematik di Gunung Kidul, Yogyakarta, yang diikuti oleh 60 peserta termasuk petani hortikultura, penyuluh pertanian, dan petani milenial. Acara ini didukung oleh pemerintah daerah setempat serta perwakilan BMKG, dan diharapkan menjadi jembatan antara data iklim dengan strategi pertanian praktis.

Prakiraan Musim Hujan 2025/2026

BMKG juga telah merilis prakiraan awal musim hujan 2025/2026. Di Yogyakarta, musim hujan diprediksi dimulai pada dasarian ketiga Oktober 2025, dengan karakteristik curah hujan normal secara keseluruhan. Namun, beberapa wilayah mungkin mengalami curah hujan di atas atau di bawah normal. Petani disarankan menyesuaikan jadwal tanam dan bersiaga terhadap potensi dampak ekstrem.

Secara nasional, musim hujan diperkirakan mulai meluas di Indonesia sepanjang September hingga November 2025. Program SLI ini sejalan dengan visi Asta Cita Presiden untuk mendukung kemandirian pangan nasional di tengah tantangan iklim yang kian kompleks.

Dengan langkah adaptif seperti ini, Dwikorita optimistis petani Indonesia dapat bertahan dan bahkan berkembang di era iklim yang tak menentu. BMKG terus berkomitmen menyediakan informasi cuaca terkini untuk mendukung ketahanan sektor pertanian. (FG12)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *