Berita Jurnalkitaplus – Kabar akuisisi mayoritas saham TikTok di Amerika Serikat oleh Oracle Corporation resmi mengguncang dunia teknologi dan media sosial. Perusahaan raksasa asal AS yang dipimpin oleh miliarder Larry Ellison ini kini menjadi pengendali utama operasi TikTok di negeri Paman Sam, menyusul kesepakatan dengan ByteDance, pemilik asal Tiongkok. Namun, di balik kesepakatan ini, muncul gelombang kritik keras dari komunitas pro-Palestina yang menuding adanya potensi “Israelisasi” algoritma platform tersebut.
Menurut kesepakatan terbaru, Oracle akan memimpin pengawasan data pengguna dan algoritma TikTok di AS, sebagai bagian dari Project Texas yang telah dirancang sejak beberapa tahun lalu. Langkah ini memungkinkan TikTok kembali beroperasi penuh di AS setelah sempat terancam larangan karena isu keamanan nasional. Dewan pengawas TikTok di AS kini didominasi oleh warga negara Amerika, dengan Oracle bertanggung jawab atas infrastruktur kunci. Kesepakatan ini juga melibatkan investor AS lainnya, yang diharapkan menguasai sekitar 53% saham TikTok Global, sementara porsi Tiongkok turun menjadi 36%.
Larry Ellison, CEO Oracle yang dikenal sebagai donor besar bagi militer Israel, menjadi pusat kontroversi. Pengamat menyebut bahwa keterlibatannya berpotensi membawa bias pro-Israel ke dalam algoritma TikTok, yang memiliki 1,59 miliar pengguna global. Istilah “Israelified TikTok algorithm” atau “Israelisasi algoritma TikTok” dengan cepat menjadi sorotan di kalangan aktivis pro-Palestina. Dalam hitungan jam setelah berita bocor, tagar seperti #TikTokSale dan #Ellison melonjak ke daftar trending di platform X (sebelumnya Twitter).
Reaksi serupa terlihat di Reddit dan Telegram, di mana pengguna memposting meme dan diskusi yang menyindir kemungkinan sensor konten pro-Palestina. “Ini bukan lagi TikTok milik kita, tapi TikTok versi Israel,” tulis salah satu pengguna Reddit dalam thread yang viral. Kritik ini mengingatkan pada isu sebelumnya, di mana TikTok dituduh anti-Israel karena jutaan views konten #FreePalestine, meski platform itu membantah tuduhan tersebut.
Pemerintah AS, melalui kesepakatan ini, menekankan bahwa langkah tersebut murni untuk melindungi data nasional dari pengaruh asing. Namun, para kritikus berargumen bahwa alasan larangan TikTok di masa lalu lebih terkait citra Israel daripada ancaman Tiongkok. ByteDance belum memberikan komentar resmi, sementara Oracle hanya menyatakan bahwa kesepakatan ini “memastikan keamanan dan inovasi bagi pengguna AS.”
Kontroversi ini menambah panjang daftar perdebatan etis di balik penguasaan platform media sosial oleh raksasa teknologi. Dengan TikTok yang sering menjadi medan perang narasi konflik Israel-Palestina, apakah “Israelisasi” ini hanya spekulasi atau ancaman nyata? Komunitas online tampaknya sudah memutuskan: perlawanan digital baru saja dimulai. (FG12)