Parlemen Iran Setujui Redenominasi, Apa Kabar Rupiah?

Berita Jurnalkitaplus – Parlemen Iran telah menyetujui reformasi besar dalam sistem mata uang negara tersebut: menghapus empat angka nol dari rial untuk menyederhanakan transaksi, meski tantangan ekonomi seperti inflasi tetap membayangi.

Apa yang Disepakati

Rancangan undang-undang yang diusulkan akhirnya lolos setelah Parlemen dan Dewan Pengawas (Guardian Council) menyelesaikan keberatan. Bank Sentral Iran diberikan waktu dua tahun untuk mempersiapkan perubahan ini sebelum pelaksanaan resmi.

Setelah itu, akan ada periode transisi selama tiga tahun di mana rial lama dan baru akan berlaku secara bersamaan guna meminimalkan gangguan ekonomi.

Reformasi ini dilakukan sebagai respons terhadap krisis nilai mata uang akibat inflasi bertahun-tahun. Nilai tukar rial kini berada di kisaran 1.150.000 per dolar AS dalam pasar bebas, membuat angka transaksi dan pencatatan keuangan menjadi rumit. Dengan penghapusan nol, diharapkan transaksi menjadi lebih mudah, dan sistem keuangan bisa kembali “bernapas” dengan lebih efisien.

Beberapa pengamat memperingatkan bahwa penghapusan nol semata tidak akan menyelesaikan persoalan fundamental. “Mata uang suatu negara tidak bisa ‘dipulihkan’ sekadar dengan menghapus nol—yang diperlukan adalah memperkuat nilai riilnya,” ujar seorang anggota parlemen Iran.

Contoh negara seperti Venezuela menunjukkan bahwa tanpa kebijakan ekonomi pendukung seperti pengendalian inflasi dan stabilitas fiskal, redenominasi bisa menjadi simbol semata tanpa perubahan substansial.

Sementara Rupiah menurut berita yang dilansir dari Cnn Indonesia masih “betah punya banyak nol” — artinya, rupiah Indonesia hingga saat ini masih menggunakan denominasi yang cukup besar tanpa usaha serupa. Resikonya dengan banyaknya nol dibelakang, mejadikan transaksi menjasi kurang efisien dan rentan kesalahan, menurut Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, yang telah mengajukan uji materi atau judicial review terhadap UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang pada Maret 2025 lalu.

Meski demikian, kondisi ekonomi, struktur inflasi, dan kebijakan moneter antara Indonesia dan Iran sangat berbeda — menjadikan perbandingan ini lebih bersifat simbolik dibandingkan praktis. (FG12)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *