Berita Jurnalkitaplus – Kementerian Keuangan berkomitmen menindak tegas peredaran rokok ilegal yang hingga kini masih marak di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Jakarta dan beberapa daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti tarif cukai yang tinggi dan meningkatkan pengawasan agar industri rokok legal terlindungi serta negara tidak kehilangan penerimaan dari cukai.
Harian Kompas mengungkap bahwa rokok ilegal dijual dengan sangat mudah dan harga jauh lebih murah dibanding rokok resmi karena tidak dilekati pita cukai. Di wilayah Jakarta Utara, khususnya Jalan Raya Muara Baru, banyak pedagang menawarkan rokok ilegal yang laris dipasarkan. Harga rokok ilegal seperti merek Pion, Manchester, dan HMIN Bold dijual antara Rp 10.000 hingga Rp 12.000 per bungkus, tanpa pita cukai resmi.
Modus rokok ilegal terdiri dari beberapa jenis, antara lain rokok tanpa pita cukai, penggunaan pita cukai palsu, bekas, salah personalisasi, atau nilai cukai yang lebih rendah. Produksi dan distribusi rokok ilegal yang menggiurkan secara finansial membuat pelaku bisnis haram ini mendapatkan keuntungan besar. Di tingkat produsen, harga rokok ilegal hanya Rp 5.000–7.000 per bungkus, sedangkan di tingkat pengecer bisa mencapai Rp 13.000 per bungkus, memberikan margin keuntungan signifikan dibanding rokok resmi.
Selain itu, pelaku rokok ilegal juga melibatkan masyarakat lokal, khususnya di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah, untuk membantu proses pengemasan, yang berujung pada komplikasi sosial karena keterlibatan warga sebagai mata pencaharian.
Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan nilai perputaran dana bisnis rokok ilegal sangat besar. Survei Indodata pada 2021 memperkirakan 28 persen perokok di Indonesia mengonsumsi rokok ilegal dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 53,18 triliun. Survei lain dari CITA melaporkan 5,9 persen konsumen rokok di Pulau Jawa menggunakan rokok ilegal, dengan kerugian negara sekitar Rp 9,8 triliun hingga Rp 14,1 triliun per tahun.
Persentase peredaran rokok ilegal, menurut riset Universitas Gadjah Mada, naik menjadi 6,9 persen pada 2023, sedikit meningkat dari 5,5 persen pada 2022. Sebaran rokok ilegal didominasi jenis rokok polos tanpa pita cukai sebagai jenis yang paling banyak beredar.
Sumber rokok ilegal berasal dari pabrik dengan izin resmi yang diduga membuat rokok ilegal dengan cara menyalahi ketentuan pita cukai. Pabrik-pabrik ini tersebar di beberapa kabupaten di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Penindakan terus dilakukan, namun produksi dan distribusi tetap berlangsung.
Untuk mengatasi persoalan ini, Kementerian Keuangan dan Bea Cukai terus melakukan operasi penindakan dan memperketat aturan, meskipun tantangan pemberantasan rokok ilegal masih cukup besar karena melibatkan berbagai jaringan yang kompleks, termasuk masyarakat lokal yang ketergantungan pada pekerjaan ini.
Kasus rokok ilegal ini menjadi perhatian serius terkait penerimaan negara, perlindungan industri rokok legal, dan kesehatan masyarakat. Upaya koordinasi yang lebih kuat antara pemerintah, aparat hukum, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menekan peredaran rokok ilegal demi keberlangsungan industri dan kedaulatan negara atas regulasi cukai. (FG12)