Berita Jurnalkitaplus – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir kini mengalami pengurangan wewenang signifikan setelah pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) oleh Presiden Prabowo Subianto pada akhir Februari 2025. Meskipun Erick menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara, peran dan kuasanya dalam pengangkatan direksi dan komisaris BUMN nyaris tidak ada.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN memang menyatakan bahwa Menteri BUMN berwenang mengangkat dan memberhentikan direksi serta komisaris melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Namun, praktik di lapangan berbeda. Surat dari Kepala BPI Danantara, Rosan Roeslani, yang memerintahkan penundaan RUPS perusahaan BUMN tanpa sepengetahuan Erick menunjukkan bahwa Erick tidak lagi memiliki kontrol penuh atas proses ini.
Wakil Menteri BUMN sekaligus COO Danantara, Dony Oskaria, kini mengambil peran utama dalam menyeleksi calon pimpinan BUMN dan mengaku langsung mewawancarai mereka. Selain Dony, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad juga disebut memiliki pengaruh dalam penentuan direksi dan komisaris BUMN, meskipun Dasco membantah keterlibatannya secara langsung.
Orang-orang dekat Erick Thohir di lingkungan BUMN mulai tersingkir dari posisi komisaris. Contohnya staf khusus Erick, Arya Sinulingga, yang dicopot dari komisaris PT Telkom Tbk, serta Tsamara Amany Alatas yang juga diperkirakan akan keluar dari jajaran komisaris PT Perkebunan Nusantara III. Pergantian ini diduga bagian dari upaya Danantara untuk menempatkan profesional baru, termasuk figur berlatar militer, dalam struktur BUMN.
Di sisi lain, peran kementerian BUMN kini lebih banyak bersifat regulator, sementara Danantara mengelola operasional BUMN secara langsung. Hal ini membuat posisi Menteri BUMN seperti Erick menjadi kurang berpengaruh dalam pengelolaan perusahaan pelat merah.