Berita Jurnalkitaplus – Setelah polemik yang berkepanjangan dan diputuskan Pemerintah, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkap bahwa usulan pemindahan empat pulau di wilayah Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, berasal dari Gubernur Sumatera Utara saat itu, Edy Rahmayadi, pada tahun 2022.
Pada tahun 2022, Gubernur Sumatera Utara saat itu, Edy Rahmayadi, mengajukan usulan pemindahan empat pulau yang selama ini masuk wilayah Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, ke wilayah administrasi Sumatera Utara. Keempat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Usulan ini didasarkan pada hasil rapat Tim Pembakuan Nama Rupa Bumi tahun 2017 yang menganggap keempat pulau tersebut masuk dalam cakupan Sumatera Utara berdasarkan verifikasi data tahun 2008, serta Keputusan Mendagri yang mengatur pencakupan wilayah tersebut ke Tapanuli Tengah, Sumut.
Namun, usulan pemindahan ini mendapat keberatan keras dari Pemerintah Provinsi Aceh. Aceh menunjukkan dokumen historis berupa surat kesepakatan antara Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar pada tahun 1992, yang mengacu pada Staats Blaad No 604 Tahun 1908 dan peta topografi TNI AD tahun 1978. Dokumen asli ini menegaskan bahwa keempat pulau tersebut secara hukum dan historis masuk ke dalam wilayah Aceh. Keberatan ini didukung oleh pemerintah Aceh, DPR Aceh, dan anggota DPR serta DPD asal Aceh yang meminta revisi keputusan Mendagri agar pulau-pulau tersebut dikembalikan ke Aceh.
Setelah peninjauan ulang dan rapat terbatas pemerintah pusat yang melibatkan Kemendagri dan lembaga terkait, Presiden Prabowo Subianto memutuskan bahwa keempat pulau tersebut tetap menjadi bagian dari Provinsi Aceh. Keputusan ini menegaskan pentingnya mempertimbangkan data historis dan dokumen legal dalam menentukan batas wilayah administratif antarprovinsi. Pemerintah juga menyarankan agar Gubernur Aceh dan Sumut melakukan kesepakatan ulang agar persoalan serupa tidak terjadi di masa depan.
Pemerintah pusat berperan penting dalam menyelesaikan sengketa administratif semacam ini demi menjaga stabilitas dan kejelasan wilayah. (FG12)